Minggu, 21 November 2010

Gayus Berulah di Depan Hidung SBY

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyerukan, mestinya dalam kasus Gayus Tambunan sekarang ini jangan hanya menangkap pelaku di tingkat bawah, melainkan harus mengungkap oknum-oknum kakapnya. “Kelas kakapnya harus diungkap, tapi nampaknya polisi punya kepentingan untuk melindungi atasannya, kolega-koleganya dan pihak (pengusaha) kakap mitranya (sebagai ATM),” bebernya dalam dialog di Metro TV, Selasa (16/11/2010) pagi.
Neta menilai, sekarang ini pimpinan polisi cenderung cuma mengorbankan yang berpangkat sekelas Komisaris Polisi (Kompol) yang diseret dalam setiap kasus (korupsi) besar. Seperti Kepala Rutan Brimob Iwan Siswanto dalam kasus Gayus keluar masuk tahanan, dan Kompol Arafat dalam mafia pajak dan rekening gendut jenderal. “Sekarang ini hanya di tingkat kompol pengusutannya. Jadi para kompol harus hati-hati,” tutur aktivis IPW.
Menurutnya, Kapolri yang baru Jenderal Pol Timur Pradopo belum maksimal melaksanakan janjinya untuk memberantas mafia di kepolisian. “Timur masih baru dan belum melakukan mutasi-mutasi, sehingga Timur masih dipengaruhi oleh rezim lama yang dikelilingi oleh mafia,” imbuhnya.
Ia mendesak pihak Kepolisian untuk segera mengungkap siapa yang menikmati uang (suap) dari Gayus yang diberikan melalui Kepala Rutan, dan Gayus bertemu dengan siapa ketika berada di Bali. Semua itu yang harus ditelusuri karena saat ini Gayus ada pada episode ketiga, menyusul penangkapan Gayus di Singapura dan kesaksian Susno Duadji terkait mafia pajak.
”Jenderal tidak diseret, yang dikorbankan cuma Kompol Arafat. Mafia hukum di Kepolisian luar biasa harus ditangani langsung oleh presiden. Kalau tidak, presiden hanya omong kosong. Kasus Gayus ini di depan hidung SBY, malu telah membentuk Satgas Pemberantasan Korupsi. Kalau mau serius Satgas harus mendorong KPK. Pintu masuknya dugaan suap kepada polisi,” ungkap Neta.

Ia menegaskan, Kepala Rutan Brimob Kompol Iwan Siswanto seorang diri tidak mungkin berani secara langsung membebaskan Gayus, tanpa ada perintah dari atasannya di Polri, karena kasus Gayus merupakan kasus besar. Bahkan, saat menjemput Gayus di Singapura yang lalu saja dilakukan langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Ito Sumardi.
“Rutan Brimob ini bagian bawahan Kabaresktrim Polri. Tak mungkin berani mengeluarkan Gayus kalau tak ada atasan yang memerintah. Apa targetnya jalan-jalan Gayus adalah ingin menjatuhkan Timur Pradopo? Tapi kasus di Bali tetap harus diungkap. Komisi III DPR harus mendorong KPK untuk masuk,”  tandasnya.
Menurut Neta, tidak mungkin Gayus pergi ke Bali dengan naik pesawat komersil. Gayus pasti naik pesawat carteran dari Lapangan Udara Pondok Cabe atau Halim Perdanakusuma. “Ini harus diselidiki, pesawat terbang siapa, di Bali ketemu siapa dan bicara soal apa,” paparnya.
Ia pun mempertanyakan keganjilan Gayus yang menonton tenis duduk di tempat yang gampang dilihat publik. “Ini (rekayasa) terlalu jorok, Gayus bertempat atau duduk di kursi depan yang gampang diketahui wartawan dan umum. Apa ini karena sengaja agar diketahui massa,” ujarnya mempertanyakan.
Neta juga mempertanyakan ketidakseriusan polisi mengusut kasus mafia pajak Gayus.  “Rumah Gubernur Sumut saja digeledah KPK, tapi kenapa rumah Gayus tak pernah digeledah, ada apa? Ini seperti untuk pencitraan,” ungkapnya.
Mengenai adanya usulkan agar Gayus dimiskinkan karena ada Undang-undang untuk pemiskinan terdakwa korupsi, Neta menganggap usulan tersebut hanya basa-basi belaka untuk meredam kejengkelan publik. “Soal pemiskinan Gayus, itu hanya untuk memuaskan sesaat publik. Jangan-jangan yang mendata kekayaan Gayus, dia kena suap juga. Lalu siapa yang akan mendata pemiskinan itu, jangan-jangan kekayaan Gayus 100 tapi hanya dicatat 10,” paparnya pula.
Ia menambahkan, kepolisian juga harus menyelidki siapa pengusaha yang memberi uang kepada Gayus selama ini sehingga kekayaannya tak wajar sebagai pegawai pajak yang cuma golongan III. Neta sepakat dnegan pengacara Adnan Buyung Nasution yang mendesak pengadilan untuk memanggil 60 perusahaan yang diduga kolusi dengan Gayus untuk mengakali pajak perusahaannya. “Tapi apa pengadilan mau? Wong kasus Susno saja (pengadilan) tutup mata,” ujar Neta.
Usut 60 Perusahaan Mitra Gayus
Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Tirmedya Panjaitan (F-PDIP) meminta aparat hukum agar memproses dugaan sekitar 60 perusahaan yang pajaknya diurus oleh mafia pajak Gayus Tambunan. Ia curiga pihak Kepolisian melindungi perusahaan-perusahaan tersebut karena diduga akan menyeret sejumlah oknum perwira Polri.
“Perusahaan-perusahaan yang 60 itu ingin tetap aman, tak ingin diseret, sehingga punya kepentingan terhadap Gayus maupun polisi, maka Satgas bisa membongkar kasus ini. Sehingga Gayus tak jadi tumbal pencitraan penegakan hukum. Ini perusahaan dimiliki pihak asing dan tokoh-tokoh elit politik,” ujarnya saat dialog di Metro TV, Selasa (176/11/2020).
Trimedya berharap, pengacara Adnan Buyung Nasution selaku kuasa hukum Gayus Tambunan, agar mendesak kliennya untuk mengungkap nama-nama perusahaan tersebut. “Bang Buyung harus minta Gayus untuk akui bahwa perusahaan-perusaan ini jadi saksi agar Gayus (dalam kasus) ini tidak sekedar jadi tumbal dalam proses penegakan hukum,” tuturnya.
Ia masih belum mendapat informasi tentang mengapa dan menemui siapa Gayus pergi ke Bali, serta rekayasa siapa pula kepergian terdakwa pajak yang kelaur dari rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob tersebut. “Saya khawatir petinggi Polri ada deal dengan Gayus, dia bilang sudahlah kamu ikut saja. Yang agak menarik kenapa Gayus ini mau balik ke Jakarta, padahal saat di Singapura tak mau balik. Ini mungkin ada kompromi-kompromi misalnya rekening (uang) Gayus akan dikembalikan,” paparnya.
Menurut Trimedya, Timur Pradopo saat fit and proper test di depan Komisi III DPR pernah berjanji dalam 100 hari kepemimpinannya akan serius melakukan pemberantasan mafia hukum. Oleh karena itu, politisi PDIP ini meminta Kapolri mengusut oknum perwira tinggi di tubuh Polri yang terlibat kasus Gayus, jangan cuma sekedar menyeret aparat polisi yang berpangkat rendah/bawahan.
“Apa tak ada pejabat utama di kepolisian yang terlibat dan pihak eksternal yang terlibat? Benarkah ada kompromi-kompromi dengan Gayus? Ini harus diungkap dan diproses hukum. Seperti Bang Buyung mengatakan, 60 perusahaan yang menyuap Gayus akan dilakukan proses hukum. Nampaknya dilindungi oleh pihak kepolisian dan penguasa,” tandas anggota Komisi Hukum DPR.
Sebelumnya, Adnan Buyung Nasution, penasihat hukum Gayus Tambunan, meminta kepada majelis hakim untuk menghadirkan Denny Andrian untuk dihadirkan dalam sidang Gayus Tambunan. Denny Andrian dianggap sebagai orang yang paling tahu aliran uang dari Grup Bakrie ke Gayus.

"Kami meminta saksi Denny Andrian. Dia orang dari Bumi Resources, KPC, dan Arutmin. Dia orang yang paling tahu aliran uang dari Grup Bakrie ke Gayus. Kami juga meminta mantan Dirjen Pajak Darmin Nasution karena beliau yang menandatangani pajak yang ditangani Gayus," ujarnya di ruang sidang utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/11).

Ia juga meminta kepada majelis hakim untuk mempertanyakan asal-usul uang yang diterima Gayus dan ke mana perginya uang tersebut. "Kami juga meminta majelis hakim untuk mempertanyakan dari mana uang dan di mana uang Rp25 miliar dan Rp75 miliar yang disita oleh penyidik supaya uang itu ditarik dan disimpan escourt account," tambahnya.

Sambil berdiri di muka persidangan, Adnan Buyung Nasution pun meminta kepada majelis hakim sidang Gayus Halomoan Tambunan untuk menyita rekaman Satgas Mafia Hukum saat memeriksa Gayus Tambunan.
Tidak mungkin Gayus sebagai pegawai golongan III Ditjen Pajak bisa memiliki kekayaan lebih dari Rp100 miliar kalau tidak mendapat uang dari penguasaha yang minta ‘diakali’ pajak peruhsaannya oleh Gayus . Publik juga ingin tahu, dari mana Gayus memperoleh uang begitu banyak untuk menyuap petugas rutan sehingga sebagian besar hidupnya berada di luar tahanan? Kalau uang Gayus semuanya sudah disita, siapa yang membiayai Gayus selama ini?

Ketika foto Gayus terungkap, polisi lebih sibuk menginterogasi penjaga rutan Brimob mengapa Gayus diizinkan keluar. Padahal yang menjadi pertanyaan publik adalah mengapa Gayus bisa ke Bali, bagaimana bisa, dan untuk apa? Apakah benar dia sekadar menonton pertandingan tenis, olahraga yang bukan kesukaannya?

Tidak ada komentar: